At the end of the century, however, the tra-
ditional industry was moribund, and only
Madura could still be regarded as a centre
of indigenous ship-building. This had been
caused by a combination of much stricter
forest regulations, improved overland con-
nections (railways!), competition by other
sea-faring Indonesians (Bugis from
Sulawesi), and the triumph of the iron
steamship (Boomgard, 1991:30).
Maju
mundurnya
peradaban
masyarakat dapat dipengaruhi dari kondisi
internal dan perubahan lingkungan
ekternal. Dari pendapat Boomgard di atas
dapat ditarik pelajaran bahwa kebijakan
penguasa terhadap sektor kehutanan dapat
berpengaruh pada sektor lain. Misalnya,
industri perkapalan, demikian pula dengan
perkembangan teknologi transportasi
kereta api dapat menjadi pesaing bagi
industri perkapalan. Disini nampak bahwa
perubahan teknologi termasuk transportasi
telah mendorong kemajuan wilayah
pedalaman.
Perkembangan ekonomi era kolonial
pada masa lampau, dikenal adanya
Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, Juli 2009: 25 - 40

31
perkembangan sektor perkebunan yang
menonjol dengan pengerahan tenaga kerja
dan pengelolaan penguasaan lahan yang
luas. Setelah Raffles, nama Van den Bosch
yang memimpin pada dekade ketiga abad
XIX menerapkan sistem perkebunan (
a sys-
tem of forced cultivation
). Ia menerapkan
tanaman
indego
di Priangan, Cirebon dan
Tegal hingga siap dipasarkan ke Eropa
pada akhir 1831. Kemudian berturut-turut
dikembangkan komoditas perkebunan
lainnya seperti tebu, kopi, kayu manis
(
cinnamon
).
Perkembangan komoditas perkebun-
an, baik peningkatan produksi maupun
permintaan dan harga pasar di Eropa yang
tinggi, menjadikan sektor perkebunan
menjadi
‘generator ekonomi’ yang
menguntungkan bagi Belanda. Keuntungan
ini sebagian diinvestasikan untuk
membangun infrastruktur seperti jaringan
rel kereta api dan jalan, jembatan,
pelabuhan untuk mendukung pengembang-
an perkebunan. Dalam waktu singkat, Van
den Bosch telah mengubah arah
pengembangan pertanian dan pengerahan
tenaga kerja menuju ke orientasi produk
tanaman ekspor.
By the early 1840s, the cultivation system
stood as a triumph of Dutch imperialism
in the Indies. Within the little more than a
decade, a few hundred Dutchman had
changed the face of agricultural and labor
practices in Java, dramatically raised the
levels of export crop production, build
roads, bridges, harbors and offices to ac-
commodate the new system and most im-
portant of all as far as the Dutch were
concerned, created a substantial and
indispensible source of income for Holland’s
treasury (Elson, 1994:99).
Ironisnya, keuntungan dari sektor
perkebunan yang dinikmati oleh Belanda
tidak tercermin pada perbaikan taraf hidup
buruh perkebunan yang bekerja keras di
lapangan.
Bahkan ketika Belanda
menikmati kemakmuran, pada tahun 1840
di Jawa terjadi gelombang kelaparan yang
disebutkan sebagai “
the first wave of famines
”
(Elson, 1994). Pada tahun 1844 dilaporkan
terjadi kegagalan panen padi di wilayah
‘lumbung padi’ Indramayu dan wilayah
pesisir lainnya sebagi dataran penghasil
padi di Cirebon, Karawang, Rembang,
Surabaya, dan Jepara.


You've reached the end of your free preview.
Want to read all 16 pages?
- Spring '15