Tidak mengherankan, apabila saat ini Nasionalisme ataupun Wawasan kebangsaanke-Indonesia-an, menjadi barang mewah yang sangat sulit ditemukan di kalangangenerasi muda. Wawasan kebangsaan bukan merupakan sesuatu yang menarikuntuk dibahas atau bahkan menjadi trendsetter dalam kehidupan kalangan muda.Mungkin ada benarnya bila banyak orang menyimpulkan bahwa generasi mudaIndonesia sedang mengalami krisis wawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan,kini terasa menjadi sesuatu yang bersifat abstrak tak tersentuh dan mengalamisebuah pendangkalan makna secara mendasar. Globalisasi yang menembus batas-batas negara telah mengaburkan persepsi dan wawasan kebangsaan, sesuatu yangjustru merupakan hal yang sangat esensial dalam mempertahankan eskistensi dankedaulatan negara. Oleh karena itu, berbicara soal wawasan kebangsaan akanterdengar asing, dan bagi mereka yang berapi-api membelanya akan dianggapsebagai anomali ditengah kehidupan modern. Salah satu tantangan dalampergeseran seisme global era baru, yakni meningkatnya kompetisi secaraeksponensial, dimana teknologi telah membuat satu negara dapat bersaing dengannegara lain, untuk itu secara terus-menerus diperlukan pengembangan cara baruuntuk berkompetisi dengan negara lain, melalui inovasi dan efisiensi, namun tetapmengedepankan kualitas. Tak satu negara pun bisa bertahan hanya dengan sekadarmenyejajarkan diri dengan pesaing atau bahkan dengan mereka yang dianggapunggul, melainkan bangsa ini harus menyejajarkan diri dengan mereka yang masuk“kelas dunia”. Di tengah semakin kaburnya wujud dan bentuk ancaman yangberkembang dewasa ini, potensi ancaman tidak lagi dalam bentuk ancaman yangbersifat fisik. Invasi dalam bentuk pengerahan kekuatan militer tidak lagi menjadipilihan bagi negara – negara memiliki kepentingan atas negara lain. Ideologi, politik,ekonomi dan budaya kini merupakan pilihan negara – negara lain untukmemaksakan kepentingannya dan “menaklukan” negara lainnya. Namun demikian,dampak yang ditimbulkan menyentuh hampir seluruh sendi – sendi kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara di perkotaan maupun hingga pelosokdesa.Dunia kini juga dihadapkan dengan perang yang dilakukan oleh pihak ketiga tanpaketerlibatan langsung pihak yang berkepentingan atau disebut Proxy War. Haltersebut dilakukan oleh pihak berkekuatan besar untuk menghindari konfrontasisecara langsung dan menghindarkan terjadinya perang terbuka yang akanmeninggalkan tanggung jawab besar. Andrew Mumford dalam bukunya Proxy
Warfare, menyebutkan bahwa ancaman perang cyber (cyber warfare) kianmembesar di masa depan seiring dengan intensnya penggunaan teknologi cyberdalam penggunaan sehari-hari. Dunia maya (cyber) kini menjadi sarana dan arenaberperang yang melibatkan banyak pihak tanpa dibatasi oleh batas – batas negara.Transformasi bentuk ancaman ini, tentu harus disadari sepenuhnya oleh bangsaIndonesia, mengingat tantangan dan potensi ancaman yang semakin berat dankompleks. Disamping tantangan dalam aspek teknologi, kini bangsa – bangsa didunia, tengah dihadapkan pada berbagai tantangan dan isu global seperti